PSIKOLOGI KONSELING
HAMBATAN-HAMBATAN
DALAM MEWUJUDKAN HUBUNGAN
A. Transference (Pemindahan)
1.
Pengertian
Secara umum istilah
ini mengacu kepada perasaan apapun yang dinyatakan atau dirasakan klien (cinta,
benci, marah, ketergantungan) terhadap konselor, baik berupa reaksi rasional
terhadap kepribadian konselor ataupun proyeksi terhadap tingkah laku awal dan
sikap-sikap selanjutnya dari konselor.
May, Angel, dan
Ellenberg mengatakan bahwa masalah transfer oleh klien-klien neurotik khususnya
adalah berupa masalah-masalah mengenai perkembangan mereka yang terlambat dan
persepsi mereka mengenai keadaan saat itu yang dilihat melalui kaca mata
pengalaman masa lalu mereka yang penuh warna.
Para ahli
psikoanalisis, menamakan kondisi tersebut di atas dengan transference neorosis.
Transference neurosis tidak dianggap sebagai suatu masalah, tetapi merupakan
keadaan yang menguntungkan. Perasaan-perasaan yang ditransfer klien memberikan
informasi yang bermanfaat bagi konselor tentag bagaimana mereka merasakan dan
memanipulasi dunianya. Strupp (1963) meyakinkan bahwa hubungan transference
bukan saja merupakan sumber data perorangan yang kaya tetapi juga memiliki
validitasnya dan harus dipelajari secara lebih intensif.
2.
Penyebab Terjadinya Transference
a. Rogers (1951) menyatakan bahwa perasaan-perasaan
yang dipindahkan berkembang bila klien
merasa bahwa konselor memahaminya lebih baik dari pada mereka memahami diri
mereka sendiri.
b. Karena konselor biasanya bersifat ramah dan secara
emosional bersifat hangat.
3.
Jenis Transference
a. Transference positif
Bila seorang klien melakukan proyeksi
perasaan-perasaankasih sayang, atau ketergantungan mereka kepada konselor.
Mungkin merasakan konselor sebagai orang yang dicintai, sebagai Ayah/Ibu yang
selalu penuh perhatian dan bantuan.
b. Transference negatif
Bila seorang klien memproyeksikan rasa
permusuhan dan penyerangan pada konselor.
4.
Sumber Perpindahan Perasaan
Perpindahan
perasaan berasal dari pengalaman-pengalaman masa lalu klien yang mengalami
kegagalan dalam perkembangan yang diistilahkan Gestalt dengan situasi yang tak terselesaikan. Klien
datang dengan membawa berbagai alat manipulasi lingkungan, tetapi cenderung
kurang memiliki dukungan dari diri sendiri, yang merupakan suatu kualitas
penting untuk bertahan.
Klien merasa takut
akan penolakan dan ketidakpercayaan, hal ini merupakan bentuk perlawanan.
Sehingga ia memanipulasi konselornya dengan memakai topeng seolah-olah dia
adalah orang yang baik.
5.
Fungsi Pemeriksaan, Pengobatan dan Pemindahan
Perasaan bagi Konselor
a. Transference membantu membangun hubungan dengan memberi
kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan yang menyimpang.
b. Untuk mempromosikan atau meningkatkan rasa percaya
diri klien.
c. Membuat klien menjadi sadar tentang pentingnya dan
asal dari perasaan ini pada kehidupan mereka di masa sekarang melalui
interpretasi mengenai perasaan tersebut.
Secara umum ada
beberapa saran dalam menggunakan transference
perasaan, antara lain:
a. Teknik pokok yang digunakan adalah penerimaan
sederhana.
b. Konselor dapat memberikan penjelasan atas
pertanyaan-pertanyaan dengan memandang bentuk-bentuk kegelisahan yang
dimanipulasi oleh klien.
c. Perasaan transference seperti yang terungkap dalam
pernyataan klien dapat direfleksikan.
d. Konselor dapat menafsirkan perasaan-perasaan
transference secara lngsung.
e. Menurut May, konselor harus memfokuskan pada
perasaan-perasaan apa yang sedang terjadi pada klien saat ini, dari pada
memfokuskan pada kenapa perasaan-perasaan itu terjadi.
f. Pada umumnya perhatian yang tertuju pada
transference menyebabkan klien beraksi dengan pola “penolakan”.
g. Metode umum mengenai transference adalah dengan memandang sebagai suatu bentuk proyeksi.
h. Menafsirkan perasaan-perasaan transference sebagai ungkapan dari adanya defisiensi.
i.
Mengarahkan
klien.
6.
Tipe-tipe transference
Perasaan
a. Otoritas perasaan yang ambivalen, perasaa-perasaan
campur aduk antara ketergantungan atau menolak terhadap konselor.
b. Sikap afeksi, terjadi pada klien yang butuh akan
cinta, klien menginginkan adanya hubungan yang lebih mendalam dan erotis.
7.
Pendekatan dalam Menyelesaikan Permasalahan-permasalahan
Transference dalam Kelompok
a. Validasi yang disepakati dan kesungguhan hati
konselor.
b. Mengakui secara terbuka mengenai kekeliruan yang
sedang terjadi.
B. Countertransference (Pemindahan Balik)
1.
Pengertian
Pemindahan balik
mengacu kepada reaksi emosional dan proyeki dari konselor kepada klien yang
sudah menjadi makna standar dalam konseling dan psikoterapi. Wennicot (1949)
pemindahan balik adalah kilen dan konselor berdasarkan pada obyektivitas anti
sosial yang akan menjadi halangan bagi manusia sebagai alat dari kontinuitas.
Fromm Reidimen (1950) menegaskan, pemindahan balik adalah reaksi konselor
terhadap pemindahan perasaan klien, sedangkan menurut Alexander dan Frace
(1946) merupakan semua sikap konselor terhadap klien. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat ditegaskan bahwa pemindahan balik adalah kesadaran perilaku di
bawah sadar dari konselor terhadap sikap dan perilaku klien.
Klien merupakan
orang yang berharga dalam kehidupan konselor karena keinginannya yang kuat
untuk sukses dalam konseling. Kesuksesan konseling sangat dipengaruhi oleh
bagaimana sikap dan perasaan konselor terhadap klien. Tidak ada konselor yang
bebas dari perasaan ini kecuali mempunyai kesadaran yang tinggi pada
perilakunya. Respon konselor terhadap klien juga dipengaruhi oleh perasaannya
sendiri. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemindahan balik ini menjadikan
klien sesuai dengan keinginan konselor yang menghasilkan efek positif dan
negatif. Pemindahan balik positif dapat merusak proses konseling karena dapat membuat
klien merasa sedih.
Pada efek negatif
menurut Hudley dan Strupp (1976) diantaranya :
1) Salah menilai atau mengacaukan
2) Kurang paham data klien
3) Menggunakan teknik yang salah dan kesulitan
komunikasi
4) Kasalahan etika seperti proses konseling yang
terlalu lama
2.
Sumber Pemindahan Balik Perasaan
Keinginan konselor
merupakan sumber dari perilaku pemindahan balik. Ada tiga kelemahan konselor,
yaitu:
a. Tidak mampu menyelesaikan masalah pribadi
(konselor meningkatkan kesadarannya).
b. Tekanan situasi, proses konseling dari awal,
proses dan pertemuan-pertemuan selanjutnya banyak hal yang ditemui konselor
dari klien, sementara konselor beranggapan konseling harus sukses, hal ini bisa
mengakibatkan kelelahan, perasaan frustrasi dan kehilangan motivasi, bahkan
bisa mengarah kekeputusasaan konselor dalam konseling. Dalam hal ini konselor
membutuhkan pembaharuan dan dukungan rekan kerja atau kerjasama sesama konselor
(Castilo:1980).
c. Komunikasi perasaan. Komunikasi perasaan klien
kepada konselor karena perubahan emosi yang berlebihan dan berubah menjadi
simpatik dan akhirnya mengganggu proses konseling terutama sikap konselor pada
klien. Seperti halnya permasalahan masa lalu konselor yang masih membekas dalam
hidupnya.
Adapun alasan konselor untuk membatasi nilai
proyeksi dalam menghadapi klien.
a. Konselor kemungkinan sukses (menetapkan penilaian
benar/salah atau tepat/tidak tepat).
b. Konselor kemungkinan gagal (hubungan terapi bagus
tapi memberikan pemantauan negatif yang tidak diinginkan klien, karenanya
konselor harus menyadari kepribadian dan keyakinan klien).
3.
Mempertahankan Identitas Individu
Gottsegan (1979)
mengungkapkan bentuk dari pemindahan balik sebagai pertahanan identitas
individu yang semestinya tidak terjadi dalam terapi. Contohnya:
a. Kebutuhan data klien yag memerlukan respon
berbeda.
b. Menyalahkan klien sewaktu hal itu tidak benar.
c. Melakukan terapi dengan gaya sendiri.
4.
Tanda-tanda Perasaan Pemindahan Balik
1) Tidak memperhatikan pernyataan klien dengan jelas
2) Menolak kehadiran kecemasan
3) Menjadi simpatik dan empatik yang berlebihan
4) Mengabaikan perasaan klien
5) Tidak mampu mengidentifikasi perasaan klien
6) Membuka kecenderungan beragumentasi dengan klien
7) Kepedulian yang berlebihan
8) Bekerja terlalu keras dan melelahkan
9) Perasaan terpaksa dan kewajiban terhadap klien
10) Perasaan menilai klien baik/tidak baik
5.
Sumber Perasaan
Ada beberapa contoh
pertanyaan sebagai arahan untuk mengkritisi diri konselor sebagai sumber
perasaan, yaitu:
a. Mengapa saya membuat respon ini pada pertanyaan
anak itu?
b. Apa usaha saya untuk menyampaikan pada klien?
c. Apa benar saya ingin tahu?
d. Mengapa saya merasa terdorong untuk memberi
nasehat?
e. Mengapa itu membuat saya kesal sewaktu janji
batal?
f. Apa saya menggunakan klien untuk kebutuhan saya
atau sebaliknya?
g. Dan sebagainya.
6.
Pengontrolan Konselor
Konselor harus bisa
menerima bahwa klien memiliki berbagai perasaan dan mereka berubah karena
pengalaman konseling. Konselor juga menyadari bahwa mereka mempunyai keinginan
untuk menyelamatkan konseling dan kesan dari klien. Konselor harus mengontrol
kecenderungan untuk memberikan nasehat karena kebutuhan klien akan keterangan
jiwa, pengontrolan konselor akan keinginan atau kekhawatirannya melalui
pengetahuannya akan lebih bagus digunakan, sebagaimana beberapa hal berikut
ini:
1) Supervisor/kerabat kerja
Ada masa dalam kehidupan profesional
konselor akan menghadapi kepribadian/sikap klien yang membuat mereka
deefentif/di luar kemampuannya. Sebagai jalan keluarnya adalah diskusi
profesional dengan supervisor atau kerabat kerja.
2) Diskusi dengan klien
Tidak ada bukti objektif menunjukkan
bahwa bijaksana untuk berdiskusi pemindahan balik dengan klien.
3) Perkembangan konselor
Konselor dapat menggunakan keadaannya
dalam proses terapi untuk meningkatkan perkembangannya dengan menggabungkan
intelektual dan kebiasaannya dengan klien.
4) Kelompok konseling/terapi
Teknik lain untuk menanggulangi
pemindahan balik adalah klien membahas masalahnya dalam terapi kelompok.
5) Analisis model dan video type
Sumber lain dari kesadaran pemindahan
balik adalah menggunakan audio dan video, tape rekaman. Aspek pemindahan balik
akan mengurangi bahaya intervensi proyeksi konselor dalam kerja terapi.
7.
Kesimpulan
Tujuan dari bagian
ini (pemindahan balik) adalah untuk mengesankan signifikansi perilaku konselor
dan menyarankan cara menyelesaikan perasaan konselor. Hal ini sangat penting
dalam wawancara. Seorang konselor dapat menyelesaikan perasaannya terhadap
klien dengan mengetahui/menyadari bahwa konselor memiliki perasaan pemindahan
balik dengan menguji dirinya mengapa perasaan itu ada. Menggunakan perasaan
pemindahan balik sebagai informasi untuk meningkatkan kepribadiannya sendiri di
luar wawancara melalui konseling.
C.
Resistensi
1.
Pengertian
Freud menggambarkan
resistensi sebagai perlawanan tanpa disadari terhadap usaha mengubah hal yang
tidak disadari menjadi hal yang disadari serta mobilisasi fungsi-fungsi
penindasan (represif) dan perlindungan (protektif) ego.
Menurut Pearl dari
sudut pandang Gestalt bahwa semua resistensi menggambarkan penolakan klien
untuk menjadi diri sendiri (self-sportive).
Karenanya ia harus dihadapkan keuntungan yang diperoleh dari resistensi.
2.
Kegunaan dari penolakan Tantangan
a. Mengatasi stress dan strategi yang tepat untuk
situasi-situasi tertentu.
b. Membantu untuk melalui masa sulit
Richard Lazarus
(1979) mengemukakan bahwa kita harus menilai kembali pemikiran bahwa menghadapi
fakta atau pengujian realitas adalah salah satu cara utama menghindarkan
resistensi, selanjutnya melakukan usaha-usaha penanggulangan.
3.
Sumber-sumber Resistensi
Bila klien
memandang konselor, topik ataupun situasi sebagai ancaman, karena kecemasan
timbul sebagai reaksi terhadap ancaman, klien terpaksa mempertahankan diri dan
melawan kecemasan tersebut melalui tingkah laku yang bersifat resistif.
Resistensi terbagi 3 yaitu:
a. Resistensi Internal
Kecenderungan klien yang cemas untuk
mengundurkan diri dari usaha meneliti atau mengubah tingkah laku yang biasanya
cukup menyulitkan. Resistensi ini menggambarkan kekhawatiran pertumbuhan, atau
ketidakmauanuntuk mandiri.
b. Resistensi Eksternal
a) Akibat teknik yang digunakan kurang tepat.
b) Kurangnya persiapan yang semestinya.
c. Resistensi Campuran
a) Kelelahan
b) Penyakit
c) Defisiensi (kelelahan mental)
d) Hambatan bahasa asing
e) Psikosis
4.
Fungsi Positif Resistensi
a. Memberikan indikasi (petunjuk) kemajuan wawancara
secara umum dan menjadi landasan bagi perumusan diagnosa dan prognosa.
b. Petunjuk mengenai struktur defensif klien yang
ditimbulkannya, atau sebagai informasi bagi konselor bahwa klien mau meneliti
perasaan-perasaan saat itu.
5.
Manifestasi dan Klasifikasi Resistensi
Bugental (1952)
mengemukakan lima tingkatan intensitas gejaka resistensi, yaitu:
a. Ketertinggalan/lamban dalam memberikan tanggapan
karena klien sulit memahami dan sering meminta penjelasan dari konselor.
b. Kelembaban, tidak peduli, tidak memperhatikan
petunjuk konselor dan tidak bersemangat.
c. Resistensi tentatif, tidak mau melanjutkan
konseling dengan menunjukkan sikap mendebat, menunjukkan rasa benci, cemas, dan
rasa bersalah.
d. Resistensi sejati, lebih terbuka dan langsung
seperti memberikan jawaban yang samar , tetap diam, menampilkan sikap
permusuhan, mempertanyakan kemampuan konselor atau menggunakan kata-kata yang
kasar.
e. Sampai penolakan, seperti mengakhiri wawancara
dengan permintaan langsung, mengucapkan kata-kata yang bernada membenci
konselor, atau tidak mau berbicara dengan sopan.
Berikut menurut
Sherman (1945) membuat skala lima poin yang serupa, satuan-satuan wawancara
dapat dinilai kadar resistensinya:
a. Penolakan (resistif); menolak pandangan konselor
atau cara mengatur wawancara dengan cara yang agak kasar, menolak membicarakan
permasalahan yang sebenarnya atau berusaha menutup wawancara.
b. Agak resistif, menolak pandangan konselor atau
sarannya, tetapi dengan cara yang sopan, tidak berbicara dengan bebas atau
memperlihatkan kecenderungan menentang konselor.
c. Apatis (acuh), tidak punya inisiatif, tetapi
menerima saran-saran, biasanya dengan cara yang tidak pasti.
d. Konselor dan klien bekerja sama cukup baik,
komunikasi yang cukup bebas, rasa saling menghormati sangat jelas.
e. Konselor dan klien bekerja sama pada
masalah-masalah yang sebenarnya, berbicara dengan sangat bebas, rasa saling
menghormati sangat jelas.
6.
Teknik-teknik Menangani Resistensi
Tujuan utama dari
penggunaan teknik-teknik (teknik yang tepat) ini adalah untuk menjaga agar
klien tetap mengikuti konseling dan untuk mencegah hilangnya kepercayaan klien
pada konselor.
Langkah pertama
yang dilakukan konselor dalam menangani resistensi adalah menyadari kemungkinan
penyebab eksternal di dalam dirinya dan pengaruh kadar pengarahan dalam teknik
yang digunakannya. Oleh karena itu konselor dapat mengambil langkah-langkah
yang tepat dengan saran-saran berikut:
a. Teknik melihat-tapi-tidak-memperhatikan (pemahaman
gaya defensif klien).
b. Teknik adaptasi ringan (mengurangi dampak emosi
dengan mengalihkan ke masalah intelektual).
c. Teknik defensif sementara.
d. Teknik manipulasi langsung.
e. Konfrontasi langsung.
f. Resistensi dalam kelompok: konselor membantu
anggota membedakan perasaan mereka dengan kelompok lain secara lebih tegas.
g. Pengalaman tubuh yang dapat membantu.
7.
Kesimpulan
Salah satu dari
masalah profesional utama konselor adalah membantu menanggulangi resistensi,
bagian ini digunakan untuk membantu sifat resistensi dalam konseling
perorangan, menguraikan dan mengkategorikan manifestasi (perwujudan)-nya, dan
mengemukakan metode-metode yang tepat untuk mengatasi resistensi tersebut.
Resistensi dipandang sebagai bagian normal dari proses konseling.
Sumber:
Batammer. Aurencem M & Shortrom. Everett L, Therapeutic Pcychology
(Fundamental Counseling and Psycotherapy)