Sunday, 13 August 2017

Unknown

KESIAPAN DAN DIAGNOSIS DALAM KONSELING

KESIAPAN DAN DIAGNOSIS DALAM KONSELING

A. PENDAHULUAN
Pada bab ini terdapat tiga topik yang menjadi pembahasan utama konselor dan terapis saat memulai proses konseling, yaitu membangun kesiapan untuk konseling, memperoleh data dari riwayat kasus dan hasil tes, dan evaluasi psikodiagnostik. Topik ini pada intinya membahas tentang konselor, terutama mengenai permulaan wawancara sebagaimana apa yang mereka pikirkan tentang pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan klien agar lebih bermakna, hubungan klien dan konselor menjadi lebih produktif, atau membedakan kekuatan dan batasan antara klien dan konselor, dan menentukan data-data apa sajakah yang diperlukan untuk membantu klien dalam memecahkan masalah.
B. KESIAPAN
Kesiapan dalam belajar telah dikenal dalam konsep pendidikan. Misalnya anak tidak “siap” untuk membaca sampai mereka mencapai tingkat motivasi tertentu, kematangan dan pengembangan kemampuan dasar. Kesiapan untuk konseling dan psikoterapi dapat dilihat dari terpenuhinya beberapa kondisi yang diharuskan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian Lipkin (1954) menyimpulkan bahwa klien yang memperoleh pengalaman konseling yang menyenangkan dan mengharapkan kesuksesan dalam memecahkan masalah lebih banyak mendapatkan perubahan dibandingkan klien yang skeptis.
Konseling tidak bisa dimulai sampai orang mengakui perlunya perubahan dan sampai mereka siap berkomitmen untuk proses perubahan. Ada budaya kita yang dapat menghambat dalam proses pemecahan masalah, pertama-pertama ketika orang mencari bantuan untuk masalah-masalah emosional, yang lain sering menganggap mereka sebagai orang yang lemah daripada melihat sebagai manusia dengan keterbatasan atau ketidaksempurnaan. Akibatnya, timbul perasaan malu yang sering membuat seseorang enggan untuk mencari bantuan dan menemui konselor, oleh karena itu, pada pembahasan kali ini lebih pada metode untuk membantu klien dalam menghadapi kesulitan, mencari bantuan, dan memanfaatkan hubungan konseling secara efektif.
Faktor-Faktor Yang Menentukan Kesiapan
Ada beberapa faktor yang menentukan kesiapan dalam konseling. Faktor-­faktr itu dapat berasal dari : 1) klien, 2) konselor dan 3) suasana dalam pelaksanaan konseling. Faktor-faktor dari klien termasuk : 1) persepsi klien terhadap konselor atau proses konseling, 2) intelektual atau kemampuan konseptual klien dan 3) keterbukaan klien dalam memberikan informasi tentang dirinya sendiri.
1. Klien
Penelitian Tinsley, Workman dan Kass (1980) rnenemukan ada empat faktor yang menentukan kesiapan klien dalam konseling yaitu : 1) komitmen pribadi, 2) kondisi yang memfasilitasi, 3) konselor yang ahli dan 4) pemeliharaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pentingnya komitmen dalam menentukan keberhasilan konseling.  Komitmen klien yang tinggi memiliki kecenderungan prognosa yang bagus sepanjang klien itu mencurahkan waktu dan tenaganya terhadap proses konseling.
2. Konselor
Penelitian yang dilakukan oleh Raskin mengemukakan kesiapan ahli terapi dalam membantu kliennya. Klien yang disukai oleh ahli terapi adalah memiliki motivasi yang tinggi. Penelitian Raskin bersamaan dengan penernuan Survey National Psychoterapists yang dilakukan oleh Goldman dan Mandelsohn (1969) menemukan bahwa klien cenderung menjadi imajinatif, sensitif, ingin tahu yang besar terhadap tingkat pendidikan dan pekerjaan dan sedikit menunjukkan kecemasan. Hal ini memperlihatkan bahwa konselor menyukai klien yang yang memiliki kemampuan verbal yang baik,  sedikit patologi, dan menyukai dirinya sendiri. Dalam konseling dikenal dengan istilah  YAVIS (Young, Assertive, Verbal, Intellegent dan Socialized).
3. Suasana
Suasana dalam konseling dapat mempengaruhi kesiapan klien. Sebagai contoh, jika suasana konseling tidak menyenangkan dan kerahasiaan klien kurang terjaga, maka akan membuat klien menjadi gelisah dan curiga. Seperti yang terjadi di rumah sakit, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang memiliki kebijakan administrative dan isu negative, dapat mengurangi rasa kepercayaan dan juga dukungan. Contoh ini menjelaskan bahwa konseling memiliki kedisiplinan dalam aktivitas, yang melebihi kedisiplinan perwira. Selain itu, aspek fasilitas juga dapat mempengaruhi kesiapan klien.
Faktor penting yang juga menjadi perhatian dalam suasana konseling adalah faktor kebudayaan, ekonomi, dan kesamaan etnik antara konselor dan klien. Namun, tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa konselor dan kiien yang berasal dari etnik yang sama dapat membuat konseling menjadi efektif. Implikasinya terhadap hal tersebut sbb:
(1) Konselor perlu mengikuti konseling lintas budaya agar lebih memahami budaya satu sama lain.
(2) Konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang kebudayaan agar terhindar dari identitas kelompok, sehingga mampu berempati terhadap klien yang berbeda etnik, budaya, ras dsb dengannya.
Metode Untuk Mempersiapkan Klien di lembaga sekolah
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mempersiapkan klien , diantaranya
(1) Melalui percakapan antara pimpinan/ direktur dengan pelaksana konseling mengenai  kesehatan, mental, masalah keluarga, metode belajar, tingkah laku anak-anak dan lain-lain, minat terhadap pelayanan konseling cenderung meningkat.
(2) Memotivasi klien di suatu lembaga yang sasaranya kondusif untuk konseling, misalnya di sekolah.
(3) Membangkitkan  motivasi klien yang lemah dan menginformasikan adanya ahli lain sehingga memungkinkan alih tangan kasus. Konselor hendaknya menjelaskan kepada klien bahwa ia bekerjasama dengan ahli lainnya yang berkompeten seperti psikolog, guru, penasehat, pengacara dan lainnya. Ini dijelaskan pada saat membuat kontak pertama.
CATT : Dlm kenyataan tidak ada kontak pertama dinyatakan sprt itu.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pada pertemuan prakonseling seperti  penjelasan tes, menjelaskan peran konselor, memperkenalkan klien tentang filosofi, fakta-fakta dan keterangan-keterangan pelayanan konseling, yang bertujuan untuk membantu klien merumuslan harapan yang relistis tentang konseling, dan mengurangi kecemasan dan prasangka negative berdasarkan pengalamannya mengikuti proses konseling.
Kesiapan Selama Konseling
Indikator yang dapat digunakan  konselor untuk mengetahui kesiapan kliennya adalah klien menunjukkan sikap yang positif terhadap proses konseling, sikap mempertahankan diri yang rendah yang ditunjukkan melalui ekspresi yang spontan dan keinginan untuk membicarakan masalah yang sedang dihadapinya, kesiapan klien untuk menghadapi dampak emosional dari masalahnya dan kemampuan mereka mengekepresikan pikiran dan perasaan mereka secara langsung, peran konselor terhadap penerimaan, struktur dan gaya konseling adalah juga merupakan indikasi dari kesiapan klien.
Disamping itu konselor juga harus siap dengan klien yang tidak dapat rnengungkapkan permasalahan dan perasaannya secara langsung, tetapi klien tersebut menunjukkan sikap atau keinginan untuk, melanjutkan konseling. Sama halnya konselor perlu berhati-hati terhadap klien yang terlalu berambisi untuk maju, dan klien yang mengunakan konseling sebagai alat untuk menghindar dari tanggung jawabnya untuk bekerja.
C. RIWAYAT KASUS
Riwayat kasus adalah pengumpulan fakta-fakta secara sistematis tentang kehidupan klien pada waktu sekarang dan masa lampau. Riwayat kasus dapat memberikan konselor ilusi dan pemahaman tentang klien yang dihadapinya.
Kelemahan Metode Riwayat Kasus
Kelemahan dari metode riwayat kasus ini adalah penekanan yang terlalu tinggi terhadap tanggung jawab konselor yang disebabkan oleh banyaknya data yang terkumpul. Bagi klien selama pengumpulan riwayat kasus umumnya menuntut banyaknya pertanyaan yang harus dijawab oleh klien, hal ini tidak menguntungkan dan akan menambah perlawanan klien (merasa diinvestigasi).
  Kondisi ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan konseling yaitu memandirikan klien. Nampaknya hal inilah yang akhirnya menurunkan minat konselor mengumpulkan data, Meehl (1960) melaporkan bahwa penelitian tentang 168 pendapat ahli psikoterapi rnenvatakan bahwa hanya 17% saja memandang pengumpulan data kepribadian   untuk membantu jalannya terapi.
Ada kelemahan lainnya menggunakan riwayat kasus yaitu konselor kemungkinan menemukan banyak data yang tidak relevan dan reliabel selama peninjauan secara sistematik terhadap kehidupan masa lalu klien, disini dibutuhkan keahlian konselor untuk menandai penyimpangan yang terjadi untuk menghndari kesalahan diagnosis.
Bentuk-Bentuk Riwayat Kasus
a. Penelitian Konseling Karir (Career Counseling Survey)
Riwayat kasus dapat diperoleh dengan berbagai cara. Secara umum konseling karir memerlukan suatu perencanaan survey yang terstruktur dengan baik. Bentuk-bentuk itu meliputi:
(1) Informasi umum, seperti: nama, umur, dan gender
(2) Informasi pendidikan seperti: riwayat sekolah, rekaman, pelajaran dan kegiatan, mata pelajaran yang disukai dan status keberadaan dan perencanaan
(3) Riwayat pekerjaan (vocational), seperti part time, full time, pengalaman militer.
(4) Data pribadi yang mencakup, riwayat kesehatan, latar belakang keluarga, status perkawinan.
Untuk menambah keakuratan data sering ditambahkan dengan intervew, data catatan sekolah ; contoh: pekerjaan, gambaran dari tes minat,sikap, kepribadian dan prestasi dan pengernbangan karir menurut teori Holland (1979) self directed search contoh dari program taksiran karier (career asessment) dan pembelajaran pekerjaan (acupational eksploration)
b. Counseling Histories (Sejarah Konseling Psikoterapi)
Masalah emosional yang berat, riwayat kasus lebih memfokuskan pada catatan sosial yang sistematis, seperti riwayat keluarga, catatan tentang hubungan interpersonal dengan orang tua, saudara kandung, guru dan sahabat-sahabatnya, data yang dikumpulkan dengan interviu biasanya dengan "intake warker".  Dalam hal ini berupa pengumpulan informasi, menentukan pemenuhan syarat dan keserasian untuk memberikan bantuan, dan untuk referral.
c. Cumulative Record (Himpunan Data)
Pada umumnya sekolah dan perguruan tinggi telah memiliki catatan tentang perkembangan siswanya. Tugas konselor sekolah adalah mengecek kebenaran data yang sudah dikumpulkan tersebut. Himpunan data dapat dijadikan sebagai salah satu kesiapan konseling. Himpunan data merupakan alat dalam konseling untuk memudahkan proses kesiapan seorang konselor merumuskan hipotesis tentang kasus klien, seperti kesenjangan antara hasil tes dengan penilaian guru mata pelajaran.
d. Case Wait Up (Laporan Tertulis Tentang Kasus)
Beberapa konselor memiliki pendapat yang berbeda tentang cara menyimpan data klien. Diantaranya ada yang tidak mau menyimpan catatan karena sifatnya yang rahasia dan kemungkinan akan jatuh ke tangan yang tidak berkepentinga, sehingga konselor memusnahkannya. Namun, di lain pihak, jika tidak disimpan akan mudah terjadinya kesimpangsiuran klien terhadap data-data yang penting.  Maka, konselor sebaiknya menyimpan dan meletakkan catatan tersebut dalam file pribadi konselor dan baru memusnahkan setelah masalah klien terselesaikan.
e. Other Techniques (teknik-teknik lain)
Klien dapat diminta untuk menuliskan autobiografinya. Melalui autobiografi ini, konselor dapat mengetahui pandangan klien tentang masalahnya dan sejarah perkembangannya. Metode lainnya yaitu "time graph", sebagai contoh klien diminta untuk menceritakan sesuatu yang bertopik seperti bapak, ibu dan lokasi rumah pada kehidupan masa lalu dan masa dating, seperti perkawinan, pekerjaan pertama, antispasi pengunduran diri dan kematian.
Pendekatan lain yaitu meminta klien untuk menulis tentan topik khusus seperti apakah saya ingin keluar dari kehidupan saya dan keluarga saya". Ini dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana ia menilai dirinya, nilai-nilainya dan juga kesiapannya umuk konseling.
D. PSIKODIAGNOSIS
a. Konsep-konsep dan Isu-isu
Diagnosis dalam medis berarti pemeriksaan gejala-gejala, mengintergrasikan pengamatan, dan menyusun kembali kedalam kategori-kategori umum, dan akhirnya meletakkan nama-nama khusus terhadap suatu penyakit.
Diagnosis secara psikologis menyatakan sebuah masalah atau status tentang klien saat ini seperti kemungkinan sebab-sebab masalah klien, tekhnik yang akan digunakan, dan prediksi konselor terhadap hasil-hasil atau prilaku klien yang akan datang, dan mencangkup juga kekuatan-kekuatan klien.
b. Bentuk-bentuk diagnosis
(1) PSYCHODIAGNOSIS
Merupakan sebuah gambaran klasifikasi atau taksonomi masalah sama dengan klasifikasi psikatri untuk neorosis, psychosis dan gangguan karakter. (deferensial diagnosis) dsm iii disebutkan untuk membedakan bentuk bentuk gangguan psikologis, neurosis,dan gangguan karakter
Dalam melihat klasifikasi non pathologis yang digunakan dalam konseling, wilianson (1993) mengusulkan sebuah bentuk sosiologis dengan lima kategori: kepribadian, pendidikan, pekerjaan, finansisal, dan masalah-masalah kesehatan.
(2) THE MISIONARYI DIAGNOSTIK CLASIFICATION PLAN
Yaitu bentuk diagnostik yang mengembangkan skema dengan memandang dua dimensi yaitu masalah tujuan dan sebab-sebab. Robinson mengusulkan empat langkah proses memanfaatkan skema yaitu menantukan sebab-sebab untuk merencanakan konseling yang berbeda, menentukan dengan jelas tujuan konselor agar ada usaha yang relevan, studi khusus secara intensiv untuk mengetahui gaya klien tentang respon dan dasar-dasar memilih tujuan pemelajaran saat ini
c. Tujuan-tujuan Diagnosis
Tujuan utama dari pemikiran diagnosis dalam konseling adalah untuk merencanakan penyembuhan (mengatasi masalah klien yang berbeda). Calls (1960) membuat diagnosis menjadi dasar perencanaan. Dengan diagnosa, konselor dapat menentukan apakah klien butuh informasi, memiliki pengalaman yang buruk (trauma), pengalaman yang mendstorsi persepsi. Konselor dapat menggunakan berbagai pendekatan yang relevan dengan masalah, karena tidak ada satu pun pendekatan yang cocok dengan semua permasalahan.
Tujuan deskripsi yaitu untuk memotivasi klien untuk merubah tingkah laku mereka. Tujuan lebih lanjut dari diagnosis dalam konseling adalah untuk menafsirkan (menginterpretasikan) data kasus, hal ini kadang-kadang disebut juga dengan struktural diagnosis.
d. Peringatan Dalam Diagnosis
(1) Bahaya dalam menafsirkan pandangan diagnosis (konselor mengukur dirinya sendiri sebelum melakukan diagnosis).
(2) Konselor lebih terfokus pada masa lalu kilen, dan mengabaikan sikap dan perilaku yang ditunjukkan saat ini.
(3) Ahli klinik memanfaatkan test yang hasilnya diduga tepat untuk membantu dalam proses diagnostik. Dalam hal ini membantu klien lebih terfokus pada bagaimana hasil tes, dibandingkan dengan apa yang menjadi penyebabnya.
(4) Penggunaan hasil tes menyebabkan hilangnya perhatian konselor terhadap keunikan klien, bahwa ia sebagai manusia yang unik dan memiliki gaya tersendiri dalam merespon stimulus sosial.
(5) Pendekatan diagnosis merupakan suatu penilaian tentang bagaiman klien bersikap, merasa dan konselor akan terdorong untuk memberikan nasihat kepada mereka tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan.
e. Pemecahan Kasus diagnosis
Terhadap permasalahan yang berkaitan dengan diagnosis di atas, maka konseor harus melakukan antisipasi. Kelompok Rogers atau yang disebut rogerian berusaha untuk memahami bagaimana pandangan klien sambil berusaha untuk mendiagnosis klien. Maka dapat disimpulkan bahwa ada kerja secara simultan antara konseling dan diagnosis. Pepinsky menyatakan bahwa selama konseling, beradasarkan data tentang dengan siapa klien berinteraksi, bagaimana perilaku keseharian klien, pada dasarnya konselor dapat memprediksikan bagaimana perilaku klien di kemudian hari. Pada saat inlah sebagai konselor harus berpikir sebagai berikut:
(1) Apakah saya akan segera rnenyerahkan klien ke spesialis, rumah sakit atau menghubungi kerabat saudaranya.
(2) Haruskah saya menggunakan teknik support darurat
(3) Haruskah saya menghindari topik pengeksplorasian perasaan klien atau menghentikan diskusi agar klien tidak menjadi depresi.
(4) Haruskah saya menghentikan konseling dan mengalihkannya ke ahli lain
(5) Apa indikasi adanya patologi/gangguan mental pada apa yang ditampilkan klien
(6) Apakah ini kekacauan kepribadian atau reaksi terhadap tekanan dari lingkungan
Bagaimana ahli klinik berfikir melalui proses hipotesis yang masih sangat misterius dan berdasarkan intuisi. Mechl (1954) menspekulasikan bahwa prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Pengumpulan data
b) Membuat asumsi tentang pola tingkah laku klien
c) Menyimpulkan suatu hipotesis tentang tingkah laku klien dengan membandingkan antara data dan asumsi.
d) Mengurnpulkan fakta lebih jauh dan membandingkannya dengan hipotesis yang, masih bisa dihilangkan
e) Mempelajari fakta-fakta dan hipotesis sampai pola yang lebih jelas/tepat muncul
f) Memilih hipotesis sementara
g) Membuat perkiraan yang lebih spesifik.
f. Penggunaan Psikodiagnosa Dalam Tes
Kegunaan tes dalam psikodiagnosa adalah :
1. Penyaringan
2. Prediksi sukses tentang konseling
3. Informasi yang detail
4. Merumuskan diagnosis
g. Beberap Macam Tes Yang Digunakan Adalah
1. Penerapan deretan penilaian
2. Inventory pengenalan pribadi
3. Inventory daya tarik pasangan
4. Dimensi orientasi pribadi
Sumber Rujukan
Brammer, L. M & Shostrom, E.L. 1982. Therapeutic Psychology. New Jersey: Prentice­Hall. Inc.


Unknown

About Unknown -

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :

1 comments:

Write comments
moris
AUTHOR
29 April 2020 at 01:24 delete

Dapatkan Bonus Refferal seumur HIdup dari permaina poker yang kamu tawarakan ke Kawan kawan anda.
Info hub :
WA : +6281333555662

Reply
avatar