ANTROLOGI PENDIDIKAN
(Teori Antrologi
Pendidikan)
Antrpologi pendidikan mulai
menampilkan dirinya sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abad-20. Pada waktu
itu banyak pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan tentang sejauhmana
pendidikan dapat mengubah suatu masyarakat. Sebagaimana di ketahui pada waktu
itu negara maju tengah mengibarkan program besarnya, yakni menciptakan
pembangunan di negara-negara yang baru merdeka (hadad,1980). Antropologi
pendidikan berupaya menemukan pola budaya belajar masyarakat (pedesaan dan
perkotaan) yang dapat menciptakan perubahan sosial. Demikian juga mengenai
perwujudan kebudayaan para pengambil kebijakan pendidikan yang berorientasi
pada perubahan sosial budaya mendapat perhatian.
Pada awalnya Antropologi
dipandang sebagai ilmu yang menggambarkan kebudayaan masyarakat yang ada di
luar Eropa. Bahan dasar pembentunkan ilmu itu dikumpulkan sejak abad ke-18
ketika banyaknya cerita-cerita orang perorangan yang kebetulan bertemu dengan
kelompok suku bangsa yang kehidupannya amat unik dan bersahaja dalam perspektif
bangsa Eropa. Cerita-cerita tersebut diperkuat dengan perjalanan ilmuan yang
mengunjungi masyarakat kelompok tersebut, yang didukung oleh laporan
administrasi pegawai colonial tentang keadaan lingkungan dan
adat istiadat bangsa yang berada dikoloninya. Sejumlah informasi tersebut
menjadi sekumpulan data berharga untuk menjadi bahan analisis ilmuan, termasuk
pihak pemerintah colonial untuk mendorong dilakukannya serangkaian penelitian
yang sistematis mengenai kehidupan bangsa diluar benua Eropa.
A. Pengertian
1. Antropologi
Antropologi adalah kajian
tentang manusia dan cara-cara hidup mereka. Antropologi mempunyai dua cabang
utama, yaitu antropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap
lingkungan yang berbeda-beda, dan antropologi budaya yang mengkaji baik
kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaan yang
sudah punah. Secara umum antropologi budaya mencakup antropologi
bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk bahasa, arkeologi yang mengkaji
kebudayaan-kebudayaan yang masih punah, etnologi yang mengkaji kebudayaan yang
masih ada atau kebudayaan yang hidup yang masih dapat di amati secara langsung.[1]
Antropologi merupakan
salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budayamasyarakat
suatu etnis tertentu.
Lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropayang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama,
antropologi mirip sepertisosiologi tetapi pada sosiologi
lebih menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi adalah suatu
ilmu yang memahami sifat – sifat semua jenis manusia secara lebih banyak.
Antropologi yang dahulu dibutuhkan oleh kaum misionaris untuk penyebaran agama
Nasrani dan bersamaan dengan itu berlangsung system penjajahan atas Negara –
Negara di luar Eropa, dewasa ini dibutuhkan bagi kepentingan kemanusiaan yang
lebih luas. Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu
sendiri, di Negara – Negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi
pembuatan – pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan
masyarakat.
Sebagai suatu disiplin ilmu
yang sangat luas cakupannya, maka tidak ada seorang ahli antropologi yang mampu
menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna. Demikianlah maka
antropologi dipecah – pecah menjadi beberapa bagian dan para ahli antropologi
masing – masing mengkhususkan diri pada spesialisasi sesuai dengan minat dan
kemampuannya untuk mendalami studi secara mendalam pada bagian – bagian
tertentu dalam antropologi. Dengan demikian, spesialisasi studi antropologi
menjadi banyak, sesuai dengan perkembangan ahli – ahli antropologi dalam
mengarahkan studinya untuk lebih mamahami sifat – sifat dan hajat hidup manusia
secara lebih banyak.[2]
B. Antropologi
Pendidikan
G.D. Spindler berpendirian
bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan
adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan
menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan
social budayanya.[9] Teori khusus dan percobaan yang
terpisah tidak akan menghasilkan disiplin antropologi pendidikan. Pada
dasarnya, antropologi pendidikan mestilah merupakan sebuah kajian sistematik,
tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, tetapi juga
tentang asumsi yang dipakai antropolog terhadap pendidikan dan asumsi yang
dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan, 1989)
Dengan mempelajari metode pendidikan kebudayaan maka antropologi bermanfaat bagi pendidikan. Dimana para pendidik harus melakukan secara hati-hati. Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada perbandingan baru yang bersifat tentatif. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.
Dengan mempelajari metode pendidikan kebudayaan maka antropologi bermanfaat bagi pendidikan. Dimana para pendidik harus melakukan secara hati-hati. Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada perbandingan baru yang bersifat tentatif. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.
Antropologi pendidikan
dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang
sistematis mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga
antropolog menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang
menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Namun ada kalanya
sejumlah metode mengajar kurang efektif dari media pendidikan sehingga sangat
berlawanan dengan data yang didapat di lapangan oleh para antropolog. Tugas
para pendidik bukan hanya mengeksploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan
menghubungkannya dengan pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu
keseluruhan.
Antropologi pendidikan
mulai menampakkan dirinya sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abab ke-20.
Pada waktu itu banyak pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan tentang
sejauhmana pendidikan dapat mengubah suatu masyarakat. Sebagaimana diketahui
pada waktu itu Negara maju tengah mengibarkan program besarnya, yakni
menciptakan pembangunan di Negara-negara yang baru merdeka (Hadad, 1980).
Antropologi pendidikan berupaya menemukan pola budaya belajar masyarakat
(pedesaan dan perkotaan) yang dapat merubah perubahan social.
Demikian juga
mengenai perwujudan kebudayaan para ahli mengambil kebijakan pendidikan yang
berorientasi pada perubahan social budaya mendapat perhatian. Konferensi
pendidikan antropologi yang berorientasi pada perubahan social di Negara-negara
baru khususnya melalui pendidikan persekolahan mulai digelar.
Hasil-hasil kajian pendidikan dipersekolahan melalui antropologi
diterbitkan pada tahun 1954 dibawah redaksi G.D. Spindler (1963). [10]
Konferensi memberi
rekomendasi untuk melakukan serangkaian penelitian antropologi pendidikan di
persekolahan, mengingat jalur perubahan social budaya salah satunya dapat
dilakukan dengan melalui pendidikan formal. Banyak penelitian menunjukan bahwa
system pendidikan di Negara-negara baru diorientasikan untuk mengokohkan
kelompok social yang tengah bekuasa.
Antropologi Pendidikan
sebagai disiplin kini banyak di kembangkan oleh para ahli yang menyadari
pentingnya kajian budaya pada suatu masyarakat. Antropologi di negara-negara
maju memandang salah satu persoalan pembangunan di Negara berkembang adalah
karena masalah budaya belajar. Kajian budaya belajar kini menjadi perhatian
yang semakin menarik, khususnya bagi para pemikir pendidikan diperguruan
tinggi. Perhatian ini dilakukan dengan melihat kenyataan lemahnya mutu sumber
daya manusia yang berakibat terhadap rentannya ketahanan social budaya
masyarakat dalam menghadapi krisis kehidupan.
Orientasi pengembangan
budaya belajar harus dilakukan secara menyeluruh yang menghubungkan pola budaya
belajar yang ada di dalam lingkungan masyarakat dan lembaga pendidikan formal.
Van Kemenade (1969) telah mengingatkan: “persoalan pendidikan jangan hanya
dianggap melulu persoalan pedagogis didaktis metodis dan tidak menjadi masalah
kebikajan social, sehingga pendidikan tidak ada lagi menjadi kebutuhan bersama.
Untuk itu perlu analisa empiric tentang tugas pendidikan dalam
konteks kehidupan masyarakat”[11].
Pendekatan dan teori
antropologi pendidikan dapat dilihat dari dua kategori. Pertama,
pendekatan teori antopologi pendidikan yang bersumber dari antropologi budaya
yang ditujukan bagi perubahan social budaya. Kedua, pendekatan
teori pendidikan yang bersumber dari filsafat.
Teori antropologi
pendidikan yang diorientasikan pada perubahan social budaya dikategorikan
menjadi empat orientasi[12]:
a. Orientasi
teoritik yang focus perhatiannya kepada keseimbangan secara statis. Teori ini
merupakan bagian dari teori-teori evolusi dan sejarah.
b. Orientasi
teori yang memandang adanya keseimbangan budaya secara dinamis. Teori ini yang
menjadi penyempurna teori sebelumnya, yakni orientasi adaptasi dan
tekno-ekonomi yang menjadi andalanya
c. Orientasi
teori yang melihat adanya pertentangan budaya yang statis, dimana sumber teori
dating dari rumpun teori structural.
d. Orientasi
teori yang bermuatan pertentangan budaya yang bersifat global atas gejala
interdependensi antar Negara, dimana teori multicultural termasuk didalamnya.