Monday, 14 August 2017

Unknown

HUBUNGAN DALAM KONSELING DAN INTERVENSI TERHADAP KRISIS


HUBUNGAN DALAM KONSELING DAN INTERVENSI TERHADAP KRISIS


A.      Karakteristik dan Dimensi Hubungan dalam Konseling
1.    Unik/kesamaan
Hubungan konseling adalah hubungan yang unik. faktor-faktor yang menciptakan keunikan ini beragam salah satunya karena perbedaan manusia. Faktor-faktor yang unik itu antara lain adalah sikap konselor, perilaku dan karakteristik fisik, di samping sikap klien, latar belakang, dan perilaku yang dibahas dalam bab sebelumnya. Keunikan ini membuat generalisasi tentang  konseling menjadi sulit. Aspek lain dari keunikan dalam hubungan konseling adalah perbedaan hubungan yang dibangun oleh setiap  manusia. Di mana teman-teman, kerabat, dan guru memiliki pengaruh besar pada perilaku. Satu elemen yang unik dalam konseling adalah nasehat yang diberikan, strukturnya direncanakan dengan baik dan dijelaskan dalam kerangka prosesnya.
Elemen lain yang unik yang membedakan hubungan konseling adalah kemampuan konselor untuk bersikap objektif serta terlibat secara emosional. Karena hubungan ini bersifat intim (sangat dekat), terstruktur, dan sikap,  hubungan konseling juga memiliki kesamaan dengan situasi manusia lainnya, misalnya, keluarga, persahabatan, guru-murid, dokter-pasien, dan pendeta-jemaat. Dalam arti lain, hubungan konseling adalah perluasan dari proses kehidupan secara efektif.

2.    Objektif/Subjektif
Cara kedua untuk melihat hubungan adalah dari keseimbangan objektivitas dan subjektifitas (Oppenheimer 1954). Keseimbangan ini mengacu pada tingkat emosional dan hal-hal yang mempengaruhi intelektual dan elemen emosional. Objektivitas lebih mengacu pada kognitif, ilmiah, dan lazimnya suatu hubungan. Di mana klien dianggap sebagai obyek belajar atau sebagai bagian dari manusia yang mengalami masalah atau penderitaan. Oleh karena itu, konselor akan memberikan pandangan kepada klien dan nilai-nilai tanpa penilaian pribadi.
Arti perilaku konselor untuk klien adalah bahwa mereka merasa konselor menghormati pandangan mereka, tidak memaksakan gagasan-nya pada klien, dan melihat masalah mereka secara rasional dan analitis. Mereka ingin konselor terlibat secara emosional dan menjadi pribadi yang bersangkutan dengan diri mereka.
Elemen subjektif dimaksudkan adalah sikap kehangatan dan kedekatan psikologis serta ketertarikan yang mendalam pada masalah klien. Perilaku ini sering digambarkan sebagai kepedulian. Sebaliknya, beberapa klien menganggap keterlibatan konselor sebagai ancaman, karena dikirim untuk melakukan kontrol atau untuk "mengungkapkan" diri mereka pada orang lain. mereka mengalami kecemasan karena itu, terlalu merasa rentan (takut diserang) dan takut jika emosi mereka akan dikendalikan. Perasaan cemas itu menguat ketika klien melihat konselor akan ikut campur dengan perasaan mereka atau malah menolak perasaan mereka. Sifat interaksi emosional tampaknya menjadi variabel kunci yang menentukan kualitas hubungan, atau pertemuan.
Dalam konseling objektivitas dan subjektivitas haruslah harmonis, di mana konselor mengoperasikan dua posisi dan menggabungkan kedua elemen tersebut. Objektivitas diperlukan dalam mendiagnosa, sementara subjektivitas diperlukan dalam membangun suasana/iklim konseling itu sendiri.

3.      Kognitif/Afektif
Elemen hubungan kognitif mengacu kepada intelektualitas seperti bertukar informasi. Sedangkan unsur-unsur afektif mengacu pada ekspresi perasaan dan perubahan, konselor harus tahu kapan untuk mendorong pengujian rasional pada klien dan melakukan interpretasi terhadap masalah klien dan kapan harus mendorong eksplorasi perasaan dan dan menghubungkan dengan ide-ide mereka. Menurut Grater (1964) klien memilih konselor yang mempunyai karakter kognitif dan afektif.
4.      Ambiguitas/Kejelasan
Bordin (1955), menyatakan ambiguitas merupakan karakteristik dari suatu situasi stimulus di mana orang-orang merespon secara berbeda dan respon tidak ditunjukkan dengan jelas. Hubungan konseling adalah kabur dan ambigu untuk klien. Ambiguitas melayani fungsi yang memungkinkan klien untuk memproyeksi perasaan ke dalam situasi konseling. Proses memproyeksikan perasaan membantu klien untuk menjadi sadar dan peduli tentang perasaan mereka, sehingga memungkinkan konselor untuk mengetahui dan berurusan dengan mereka melalui memperjelas teknik konseling. Terlalu banyak ambiguitas pada klien menyebabkan keanehan dalam berhubungan di mana klien harusnya merasa aman dan terstruktur dalam hubungannya.
Ada beberapa kebingungan dalam hubungan jika konselor terlalu menjelaskan kepribadian kepada klien atau menjadi terlalu akrab dengan klien. Misalnya, konselor berperilaku lebih seperti seorang teman dibanding seorang konselor. Jika konselor terlalu ramah dengan klien dalam arti bahwa mereka membiarkan diri mereka dikenal terlalu dini serta-menggambarkan kepribadian, konselor akan menemukan bahwa mereka merasa terdorong untuk "bertindak sendiri" terlalu kuat dalam situasi wawancara. Jadi, wawancara mungkin didorong dalam arah pembicaraan sosial atau pertemanan yang intim. Isu ini merupakan kontroversial, karena ada beberapa literatur yang menekankan pada pentingnya seorang konselor untuk bersikap ramah dengan klien.
5.      Responsibel/akuntabel
Tanggung jawab atau menerima klien dalam hubungan konseling menyiratkan kesediaan pada akuntabilitas dari konselor untuk memikul beberapa tanggung jawab atas hasil konseling dan beberapa kesediaan untuk berbagi dalam masalah klien. Klien juga memiliki tanggung jawab, yang mereka menganggap sebagian besar itu adalah masalah mereka dan perilaku yang dipertaruhkan. Kami merasa bahwa konselor tidak bertanggung jawab untuk menjalankan hidup klien atau memilih nasihat. Bahwa klien bertanggung jawab untuk menetapkan tujuan konseling karena dia memiliki masalah. Konselor mempunyai lebih banyak pengaruh dari yang mereka sadari karena mereka mempunyai kekuasaan dan status sebagai penyembuh.

6.      Dimensi Etika
 Ciri khas dari konselor profesional adalah penanganan etis dari hubungan klien, sehingga baik klien dan masyarakat dilindungi. Kode yang merangkum prinsip-prinsip etis yang didasarkan pada nilai-nilai sosial yang dominan. Untuk menutupi pertanyaan yang sering timbul dalam konseling, Komite Standar Etika dari American Psychological Association telah menerbitkan kode standar etika (1979); kode ini terus menerus direvisi untuk mencerminkan perubahan dalam nilai-nilai budaya. Para Personil Amerika dan Asosiasi Bimbingan (1981) juga mempublikasikan pernyataan revisi standar etika yang awalnya dirancang untuk sekolah dan pengaturan kuliah konseling. Kode APA mencakup prinsip-prinsip berikut, dinyatakan di sini dalam bentuk sangat-disingkat dalam rangka untuk menunjukkan ide umum dari sembilan prinsip. Hal ini penting bagi semua konselor dan menerapkan prinsip-prinsip, bagian-bagian prinsip itu, dan standar untuk kasus-kasus tertentu. Adapun etika yang dimaksud adalah :
a.       Tanggung jawab.
b.      Kompetensi.
c.       Standar Moral dan Hukum.
d.      Laporan Publik.
e.       Kerahasiaan
f.       Kesejahteraan konsumen
g.      Hubungan profesional
h.      Teknik pemanfaatan penilaian
i.        Pengadaan aktivitas penelitian

B.     Karakteristik psikolog terapi
Anggapan dasar  dalam membangun hubungan adalah kepribadian dari konselor. Berdasarkan studi oleh Forgy dan Black (1954) menekankan bahwa pribadi konselor dan gaya konselor sangatlah penting, meskipun mereka menemukan bahwa hal ini merupakan interaksi pribadi konselor dan metode yang diperhitungkan untuk perbedaan dalam keefektifan konseling. Seeman (1949), dalam studinya mengenai konseling karir, menyimpulkan bahwa metode tidak begitu penting dalam membedakan reaksi klien akan tetapi karakter hangat, ketertarikan dan memahami yang penting.
Fiedler (1950) membandingkan tiga kelompok yang berbeda dari terapis yang berpengalaman dengan tiga kelompok terapi yang kurang berpengalaman. Fiedler menemukan bahwa untuk terapis yang berpengalaman, kepribadian dan pengalaman dari pada metode yang berbeda-beda, diperhitungkan untuk hasil yang berbeda dari teraupetic. Sementara penemuan Gardner menyatakan karakteristik terapis berbanding lurus/positif dengan kemajuan klien. Ciri-ciri dari terapis  yang efektif adalah yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1.       Keseimbangan seorang ahli
Konselor dan psikoterapis memiliki dua kekuatan dan dua keseimbangan, yaitu : skill dalam hubungan pribadi (interpersonal skill) dan kualifikasi teknis. Para ahli klinis seperti Strupp (1963) mendukung pandangan ini. Beberapa referensi dibuat dari data Rogers (1953), Truax dan Charkhuff (1964) dan Combs (1969) dalam karakteristik hubungan yang fasilitatif dari konselor. Mereka menemukan bahwa karakter hangat konselor, memahami, sikap positif, pengalaman konkret konselor dan keterbukaan konselor menciptakan kondisi untuk mengeksplorasi diri kilen. Karakter seperti ini akan menghasilkan perubahan perilaku yang besar dalam diri klien lain halnya jika kondisi yang fasilitatif tidak di hadirkan secara optimal. 
Sebelum menggambarkan karakter konselor secara lebih jauh, kita harus menekankan ulang pada poin-poin penting yang ada dalam buku ini :
Ø  Konselor dan terapis bertugas dalam membantu orang lain dalam kapasitas profesional. Tapi lebih penting mereka adalah manusia dengan kelemahan pribadi dan juga memiliki masalah sendiri.
Ø  Konselor yang profesional adalah ahli dalam membantu orang lain, tapi mereka tidak memakai solusi yang mistis, konseling dan terapi adalah bagian teknisnya, selebihnya adalah efektivitas manusia melalui hubungan pribadi.
Ø  Setiap klien dengan ekspresi yang unik merupakan sifat alami manusia, hal ini harus dipahami oleh konselor
Ø  Konseling dan terapi bisa dipandang sebagai tempat mengaktualisasikan dirinya.
Ø  Penekanan utama untuk meringankan konselor atau terapis haruslah pengembangan dari teknik inti yang cocok dengan teori.

2.      kompetensi intelektual
Berhubungan dengan kompetensi intelektual adanya persyaratan dari pengetahuan yang luas dari budaya yang dimiliki melalui pendidikan umum dan kehidupan yang bervariasi. Intelektual dan budaya yang luas juga merupakan hal yang signifikan, sejak di mulainya memahami berbagai klien yang bervariasi. Kompetensi intelektual diperlukan oleh seorang konselor untuk menguasai teori konseling dan munggunakan secara tepat.

3.      Spontanitas
Ketika bicara mengenai spontanitas hal ini merupakan karakteristik dari aktualisasi kepribadian. Hal ini sudah di sebutkan beberapa kali bahwa konseling bukanlah suatu aplikasi yang kaku yang membuat perubahan sifat dan perilaku. Konselor harus dengan segera merespon pernyataan klien terutama berkaitan dengan perasaannya. Konselor harus bebas untuk bergerak secara natural, cepat, dan tenang dalam berfikir dan merasa dalam rangka untuk beradaptasi dengan nuansa perilaku klien.

4.      Penerimaan dan kepedulian
Pertanyaan yang sering muncul adalah seberapa besar sikap dan perilaku bisa diubah oleh saran, persuasi, ataupun perlakuan. Sikap  klien terlihat berubah secara efektif seiring berkembangnya sikap dari orang  lain. Pengalaman penerimaan klien terlihat misalnya : seperti perasaan memahami, cinta dan kepedulian. Perilaku ini merupakan penerimaan yang positif adalah keseimbangan dasar dari cinta altruistik (Sorokin 1950). Bukti dan logis dihadirkan dari tulisan Fromm (1956), Montague (1950), May (1953), dan Sorokin (1950) menjadi bukti terhadap kekuatan tereupetik dari cinta altruistik. Dalam beberapa tahun lalu konselor mencari filosofi, teologi dan antropologi untuk konsep mereka mengenai teraupetik berdasarkan cinta.
Ahli psikologi telah meneliti komponen dari cinta melalui eksperimen dengan primata. Penelitian Harlow (1958) melakukan studi dari mothering (mengasuh) sebagai contoh. Dalam kontek studi perkembangan jangka panjang, Harlow menemukan bahwa primata yang diberi makan dan dibesarkan dibawah kondisi yang berbeda  dari kondisi asuhan induknya akan melahirkan perilaku yang kurang adaptif yang mana dengan kata lain manusia akan digambarkan sebagai neurosis dan sosiopatic.
a)      Asumsi dasar yang mendasari penerimaan
Pertama, penerimaan/menerima berdasarkan asumsi bahwa individu memiliki martabat dan keberhargaan yang tidak terbatas. Dengan kata lain, manusia itu bernilai tinggi. Asumsi kedua; orang memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri dan mengarahkan kehidupannya. Asumsi ketiga adalah bahwa kilen memiliki kapasitas atau potensi untuk memilih secara bijak dan untuk hidup penuh, aktualisasi diri, kehidupan yang berguna bagi sosial. Asumsi keempat bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk diri dan kehidupannya sendiri. Sistem nilai konselor harus ditingkatkan dengan kepedulian diri dan tanggung jawab diri dalam klien dan bagi dirinya sendiri.
Asumsi dan atribut dari penerimaan berakar secara mendalam berdasarkan filosofi demokratis Amerika, yang mana hal itu mendasari secara kuat dalam tradisi budaya Hebraic-Christian. Posisi filosofi Leibnizian memandag manusia adalah aktif, organisme yang tumbuh dan motivasi juga memiliki kontribusi. Kesimpulan dari definisi penerimaan telah di susun oleh Rogers (1951) sebagai hal perilaku positif mengarah kepada penghargaan diri dan bermartabat dengan hak untuk membuat pilihan dan keputusan sendiri. Dan banyak orang memberikan postulat bahwa elemen penting dari perilaku positif ini adalah cinta.

b)      Penerimaan terhadap diri sendiri
Ada beberapa bukti bahwa ide mengenai penerimaan dari orang lain berdasarkan pada penerimaan terhadap diri sendiri, dan ini berdasarkan pada penrimaan dari orang lain. Beberapa tahun penelitian awal (Phillips 1951; Sherman 1945; Zelen 1954) memberikan poin kepada signifikan dari penerimaan diri dan penghargaan diri. Sebagai perilaku lainnya sebagai dasar untuk penerimaan terhadap orang lain. Penemuan ini siginifikan untuk konselor adalah bahwa mereka harus menerima dirinya sebelum mereka bisa menerima klien karena ini akan membantu mereka.
c)      Nilai dari penerimaan
Poin penting dari signifikan untuk penerimaan perilaku adalah keterlibatan klien dalam proses konseling, klien merasa bahwa konselor sangat peduli tentang apa yang mereka pikirkan dan rasakan, hal itu mengggambarkan bahwa konselor bisa dan ingin membantu mereka. Nilai kedua adalah perilaku itu akan berefek kepada psychological climate (iklim psikologis) dari wawancara. Yang dimaksud dengn iklim psikologis ini artinya nada emosional yang dihasilkan dari interaksi pribadi klien dan konselor. Iklim ini bisa di sebut dengan kehangatan, dingin, serius atau sembrono. Nilai ketiga adalah efek mempertahankan sikap bertahan. Bahwa individu memiliki mekanisme perlindungan diri, seperti penolakan, rasionalisasi. Maka dengan penerimaan klien akan terbuka.
d)     Penerimaan-kenapa tidak
Approval or agreement atau persetujuan bukanlah penerimaan. Penerimaan konselor adalah sebagai persetujuan atas apa yang dikatakan dan dirasakan klien. Miskonsepsi pertama; Klien pada awal proses konseling mungkin saja salah memaknai perilaku penerimaan konselor sebagai persetujuan dengan apa yang mereka katakan dan rasakan adalah resiko konseling yang sebenarnya. Miskonsepsi kedua; boleh jadi perilaku netral. Penerimaan  positif merupakan perilaku aktif kepada klien. Dimana efeknya “saya suka kamu bahkan jika saya tidak perlu setuju secara pribadi dengan apa yag kamu pikirkan atau rasakan” atau yang lainnya “saya mengerti, saya hargai dan nilai atas ide dan perasaan yang ada pada mu, ini esensi diri mu tidak masalah bagiku tapi apa yang kamu lakukan dan katakan”. Yang ketiga adalah simpati. Maka konselor melibatkan emosinya ketika klien melibatkan emosinya juga. Penerimaan pembicaraannya yaitu saya memahai bagaimana perasaan mu, meskipun saya tidak merasakan secara pribadi bagaimana kamu merasakannya”. Simpati menekankan sebagai alat support, yang dimiliki bertujuan untuk meminimalisir perasaan dari klien. Perilaku simpati seperti “kamu orang yang menyedihkan, saya merasa sedih pada mu sejak kamu tidak bisa membantu dirimu sendiri. Yang keempat mis-interpretasi mengenai penerimaan adalah mengenai toleransi. Meskipun toleransi adalah perilaku sosal yang sangat diinginkan, dalam hubungan proses konseling, tapi hal ini tidak bisa diikutkan. Hal ini akan berimplikasi pada penerimaan negatif dari pada positifnya. Perilaku toleransi berimplikasi bahwa adanya karakteristik seperti perbedaan ras, yang mana konselor harus sadar tentang bagaimana perasaan klien yang di berikan toleransi.

5.      Empati dan Memahami
Konselor yang efektif tampaknya harus dapat lebih memahami klien, (Fiedler 1950; Heine 1950). Porter (1949) membuat perbedaan yang bermanfaat antara pemahaman dan pengertian diagnosa terapi. Pengertian diagnosa mengacu pada deskripsi kecerdasan perilaku klien. Contohnya adalah informasi yang diperoleh melalui pengujian atau pengamatan untuk membuat penilaian diagnostik untuk digunakan dalam perencanaan karir.  Aspek pemahaman memungkinkan konselor untuk membuat prediksi tentang perilaku yang jelas tentang klien dan deskripsi diri mereka. 
Pengertian terapi mengacu pada reaksi perasaan dari konselor yang memungkinkan klien untuk merasa dimengerti, diterima dan berempati. Sikap terapeutik menekankan pemahaman tentang klien bagaimana mereka melihat pengalaman mereka. Gendlin (1962) menyatakan dengan tepat pengertian empati adalah merasakan makna yang klien alami sehingga untuk membantu klien fokus pada arti itu.  Terapi pemahaman muncul ketika dalam berhubungan konselor memilki pengetahuan yang cukup tentang klien (Fiedler dan Senior 1952). 
Terapis yang efektif, meskipun tidak mampu memprediksi klien mereka mampu mendeskripsi diri klien jauh lebih baik daripada para terapis yang kurang efektif (Fiedler 1950; Luft 1950), ini dinilai signifikan dan lebih baik dalam kemampuan mereka untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang hangat, menerima. Dalam hubungan ini, salah satu temuan yang signifikan Fiedler adalah bahwa ada kesepakatan substansial antara terapis terampil dari tiga sekolah yang berbeda dari terapi seperti apa hubungan terapeutik merupakan yang ideal. Para terapis terampil sekolah yang berbeda sepakat lebih dengan satu sama lain pada definisi hubungan yang ideal dibandingkan dengan anggota terampil dari sekolah mereka sendiri (Fiedler 1950). Jika hasil Fiedler dapat diinterpretasikan pada nilai nominal, tampaknya bahwa pemahaman terapi terkait erat dengan kompetensi terapeutik.
Bukti yang ada tidak semua positif, namun studi Lesser itu (1961), meskipun terbatas dalam lingkup ke beberapa konselor dan klien saja, menemukan bahwa ide yang diterima secara umum pemahaman empatik yang terkait dengan kemajuan klien tidak berhubungan. Meskipun semua klien di ruang kerjanya membuat kemajuan yang diukur oleh Q-Sorts [1]) pada persepsi diri yang ideal, kemajuan ini tidak berhubungan dengan tindakan pada skala pemahaman empatik.
Truax dan Carkhuff (1963, 1964) menemukan bahwa upaya yang sensitif dan akurat pada pemahaman terapeutik klien sangat fasilitatif. Ini merupakan respon empatik terhadap klien, yang berarti klien menganggap konselor telah mengerti. Truax dan Carkhuff menemukan bahwa kehangatan non posesif dan keaslian konselor adalah variabel yang di samping untuk memahami, mendorong pertumbuhan klien. Alasan untuk efektivitas dinyatakan oleh para peneliti sebagai berikut:
Semakin besar tingkat pemahaman yang akurat empatik terapis klien, semakin besar sejauh mana terapis menunjukkan kehangatan tak bersyarat atau nonpossessive atau integrasi terapis dalam hubungan itu, dan terapis lebih intens dan intim dalam hubungan, semakin besar akan tingkat eksplorasi antarpribadi klien dan semakin besar akan tingkat akibatnya perilaku positif. (1964, p.861) 

Dengan kata lain, jika konselor menghadirkan kondisi seperti yang dijelaskan di atas dalam hubungan, klien merasa lebih bebas untuk menjadi diri sendiri dan menghadapi masalah mereka. Empati telah ditekankan sebagai variabel kunci dalam keberhasilan konseling. Konselor yang efektif ternyata membutuhkan diagnostik yang baik dan terapi pemahaman.  

Kerangka Acuan Internal. 
Konsep lain yang berguna dalam memahami klien dan dalam membantu konselor atau psikoterapis untuk memahami arti empati adalah kerangka referensi internal (Porter 1950; Rogers 1942). Konsep ini didefinisikan sebagai upaya konselor untuk melihat dunia fenomenologis klien seperti yang terlihat oleh klien.  Ini berarti usaha untuk berpikir dengan, bukan untuk atau tentang klien. Rogers mengutip contoh dari pikiran konselor saat ia mengasumsikan peran ini : 
Untuk bantuan kepada Anda saya akan menyisihkan interaksi-diri -dan dimasukkan ke dalam dunia persepsi Anda sepenuhnya seperti aku mampu. Aku akan menjadi, dalam arti, diri lain Anda-alter ego sikap dan perasaan Anda sendiri -sebuah kesempatan yang aman bagi Anda untuk melihat diri Anda lebih mahal, untuk mengalami diri lebih benar dan dalam, untuk memilih lebih signifikan. (L 951, hal 35) 

Sebuah contoh dari pemikiran seorang konselor dari kerangka acuan eksternal yaitu, "Apa yang menyebabkan kesulitan ini, dan mengapa dia begitu sibuk dengan masalah perkawinan?" Konselor berpikir, "Orang ini berada dalam kondisi buruk; Aku harus mencari tahu apa yang salah dan mencoba untuk membantunya menyelamatkan pernikahannya." Sebuah contoh dari internal frame, "Anda lihat ini sebagai pengalaman yang sangat mengganggu, dan Anda ingin melakukan sesuatu tentang hal itu." Konselor berpikir, "Aku harus mencoba untuk memahami bagaimana ia melihat masalah ini dan untuk membantu dia mengklarifikasi pemikiran sendiri tentang hal ini sehingga ia dapat membuat keputusan sesuai dengan kepentingan terbaik dari semua yang bersangkutan."




Sebagai bantuan dalam mengkonseptualisasikan masalah mengacu kepada klien, lihat Gambar di atas (Shostrom dan Brammer 1952). Pada tahap (1) klien dan konselor berada dalam situasi interaksi sosial dimana S biasa mendengarkan dan berbicara C. Persepsi sebagian besar terbentuk atas dasar pengalaman masa lalu yang unik dari setiap peserta. Setiap bergerak menyusuri jalannya pengalaman masing-masing seperti di tahap (3). 
Ketika konselor menganggap kerangka referensi internal, bagaimanapun, mereka mencoba untuk membuat kerangka kerja sesuai dengan persepsi mereka bahwa dari klien seperti di tahap (2) dari Gambar 12. Tahap (4) menggambarkan apa yang terjadi ketika konselor mencoba untuk masuk ke jalur klien. Setidaknya untuk sementara, mereka berusaha untuk tidak berpikir dan merasa seperti klien.
Belajar untuk mengasumsi kerangka internal referensi dan untuk tinggal di dalamnya tampaknya akan sangat sulit. Sebagai salah satu renungan alasan untuk kesulitan ini, contoh berikut dapat dipertimbangkan. Perbedaan bahasa merupakan kendala utama. Sebagai orang dewasa mencoba untuk memahami remaja atau anak, atau sebagai orang timur mencoba untuk mengerti dalam istilah barat, tampaknya bahwa simbol yang digunakan memiliki arti yang berbeda untuk orang yang berbeda. Ini adalah masalah. Semantik yang menerima banyak perhatian dalam literatur psikolinguistik tahun terakhir. Perbedaan biologis jelas penghalang lain. Kesulitan yang dialami sebagai seorang pria mencoba untuk menganggap kerangka acuan feminin, dan sebaliknya. Pertanyaan tentang bagaimana seorang konselor memanifestasikan kualitas empati dijawab oleh kualitas respon verbal yang menangkap pesan perasaan penting dari klien. Mencerminkan pesan-pesan dengan kepedulian klien dengan perasaan hangat dipahami. 

6.      Kehangatan dan Pertemuan Manusia
Erat hubungannya dengan pengertian terapi, peduli, dan sikap penerimaan kehangatan, istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu aspek dari hubungan. Kehangatan muncul untuk menghilangkan sensitif, ramah, elemen perhatian dan responsif dari kepribadian konselor. Relasi adalah ungkapan yang mudah digunakan orang untuk menggambarkan suatu aspek dari kehangatan. Kehangatan merupakan dasar untuk hubungan yang efektif. Truax dan Carkhuf (1964) dengan skala penelitian mereka menemukan  bahwa kehangatan yang tidak mengekang adalah terapi yang efektif, dan bahwa semakin tinggi tingkat variabel ini lebih banyak bukti perubahan kepribadian konstruktif dicatat.
Pertimbangan lain yaitu menghormati klien untuk mewujudkan kehangatan. Sikap konselor menyampaikan perasaan kepada klien bahwa mereka layak dihormati (perasaan yang banyak klien tidak memiliki untuk diri mereka sendiri). Pertimbangan juga  ditampilkan dengan kesopanan dalam komunikasi sosial, seperti menawarkan kursi dan menunjukkan kepedulian untuk kenyamanan klien. Pertimbangan ditunjukkan melalui kepedulian terhadap klien sehingga mereka merasa mereka adalah orang-orang penting dan berguna untuk konselor, bukan hanya subyek penelitian atau praktek "kelinci percobaan." Bugental (1964), menggambarkan terapis yang matang, menggunakan  istilah pertemuan untuk menggambarkan kesediaan terapis "berada bersama" klien dan belum bertanggung jawab. Konselor berfungsi sebagai model untuk keaslian. Manifestasi eksternal lain, kehangatan dalam sebuah hubungan adalah senyum yang jujur. Perilaku ini adalah uji keaslian sikap konselor. Klien dapat merasakan saat konselor "hanya mencoba untuk menjadi baik" dan ketika mereka mengalami kesenangan sejati dalam mengetahui klien mereka sebagai orang yang berbeda. 

7.      Kebebasan
Sikap wajar dari penerimaan mencirikan kebebasan dan kurangnya otoriter dan sikap menghakimi dalam kepribadian konselor. Permisif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebebasan terapeutik, tetapi konotasi negatif yang masih ada harus berkurang akurasi deskriptifnya. Konselor mengatakan, "Anda dapat mendiskusikan apapun yang anda inginkan di sini tanpa takut dihakimi". Konselor memungkinkan klien memiliki kebebasan untuk tumbuh dan menjadi diri sendiri.
Jika dibiarkan terlalu banyak ekspresi bebas, klien mungkin takut kehilangan kendali emosi dan menderita kecemasan. Seperti yang ditunjukkan dalam pembahasan katarsis, terlalu bebas ungkapan perasaan dapat berfungsi untuk mengikis struktur klien defensif ke titik di mana mereka berada dalam kekuasaan perasaan mereka dan dapat bergerak ke arah psikosis. Seorang konselor yang terlalu permisif bisa sangat kejam untuk klien yang rentan terhadap kecemasan. Peran otoritas konselor sering memungkiri upaya untuk memperoleh sikap permisif. Penghargaan pribadi konselor, pengetahuan khusus, dan profesional "halo" membuat suasana kebebasan berekspresi sulit untuk dicapai. Konselor paling otoriter menggunakan status mereka untuk mendesak klien mencapai tujuan tertentu atau, setidaknya, untuk memilih isi dari wawancara.  .

8.       Kesesuaian dan keterbukaan
Branan (1967) menemukan bahwa pengalaman diri konselor tidak meningkatkan keaslian konselor. Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan kondisi keaslian, harmoni keterbukaan realitas, dan keaslian. Mereka harus menampilkan diri sebagai orang yang nyata dalam pertemuan wawancara. Dalam penelitian Truax dan Carkhuff (1964), ada kecenderungan yang signifikan bagi konselor dinilai tinggi pada keaslian dan skala kongruensi diri untuk memiliki klien yang dinilai paling baik atau memiliki perubahan kepribadian yang paling konstruktif. Konselor harus jujur ​​dan tulus dalam bersikap. Agar benar-benar jujur, konselor mengakui terus terang kesalahan mereka sendiri bahwa mereka membuat kesalahan penilaian dan teknik. Terapis dapat lebih mudah mengenali dan memperbaiki kesalahan ketika mereka bisa mengakui kemungkinan kesalahan mereka.
Bugental (1964), menggambarkan karakteristik dari terapis matang, menyebutkan kerendahan hati sebagai konsekuensi dari kesadaran konselor tentang pengetahuan mereka yang terbatas dan kekaguman mereka terhadap pertumbuhan potensial. Bugental menyebutkan lebih lanjut perlu menerima rasa bersalah normal untuk menjadi terapis. Kondisi ini terjadi ketika terapis sensitif menyadari bahwa mereka tidak melakukan semua yang bisa dilakukan untuk orang yang percaya hidup mereka kepada mereka. Ini adalah ilustrasi lebih lanjut dari perlunya konselor untuk menghadapi manusia dalam hubungan konseling sangat sensitif.
Studi Truax dan Carkhuff menemukan bahwa konselor yang efektif adalah yang dapat sensitif dan akurat memahami klien, membiarkan diri untuk mengekspresikan kehangatan, tulus, dan masih mempertahankan integritas mereka dalam hubungan. Kondisi ini mendorong klien untuk mewujudkan karakteristik yang sama, sehingga memperdalam ekrplorasi diri dan kesadaran diri, yang kemudian membuat perubahan kepribadian yang mungkin lebih konstruktif. Untuk membantu mengatasi kecenderungan dalam penyesuaian, studi pencocokan klien dan konselor telah dilakukan. Fry dan Charron (1980), misalnya, menemukan bahwa dalam studi mereka tentang gaya kognitif menggambarkan klien meningkatkan kompatibilitas eksplorasi diri mereka dan kemudahan berhubungan dengan konselor mereka. Temuan umum telah dikonfirmasi dalam studi serupa (Packer dan Bain 1978; Meara, Shannon, dan Pepinsky 1979).

9.       Fleksibilitas
Carner (1949) dalam studinya menyatakan bahwa karakter yang juga penting bagi konselor adalah fleksibilitas. Terapis harus fleksibel dalam penggunaan teknik-teknik konseling. Kadang-kadang mereka harus obyektif dan pada waktu lain subjektif. Seringkali mereka memanfaatkan teknik yang terutama afektif; di tempat lain mereka terutama kognitif. Sebagai contoh, mereka dapat menjelaskan tentang tanggung jawab klien untuk membuat kejelasan; di tempat lain mereka sengaja mendorong ambiguitas. Kadang-kadang konselor fokus pada aspek masalah klien yang umum untuk pria dan wanita. Kemudian lagi, konselor dapat fokus pada masalah unik dari klien tertentu. Inti dari pandangan sintesis kreatif adalah fleksibilitas dalam memanfaatkan semua pendekatan dan metode sebagaimana yang tampak sesuai dan efektif dalam mencapai hasil yang baik.

C.    Dukungan dan Krisis
1.      Sifat dasar dukungan
Hubungan terapeutik, menjadi jembatan untuk pengembangan kesadaran dan tindakan, memberi peranan yang mendukung. Seperti yang kita katakan sebelumnya, kesadaran pengurangan kecemasan dan rasa aman pada klien adalah hasil dari respon emosional yang sesuai dari konselor. Dukungan dapat dilihat dalam empat cara. Pertama adalah fleksibilitas dan waktu. Hal ini berarti bahwa terapis dapat menerima klien setiap waktu. Tipe kedua dari dukungan yaitu meyakinkan klien dan mengurangi keadaan stres bagi klien yang mengalami kerugian atau terluka, terutama pada fase awal konseling. Dukungan ketiga bahwa konselor menganggap klien sebagai orang yang bertanggung jawab. Dan dukungan yang keempat dalam bentuk intervensi krisis, yang dijelaskan pada bagian berikutnya.

2.      Manajemen krisis
Krisis diproduksi oleh dua sumber peristiwa yaitu kejadian eksternal seperti bencana, kematian dalam keluarga, pengangguran tiba-tiba, atau sakit parah, dan kejadian internal. Sumber internal, sementara diperburuk oleh peristiwa eksternal, adalah kondisi seperti perasaan bunuh diri, alkoholisme akut, putus asa, atau perjalanan obat buruk. Krisis yang ditandai oleh stres yang parah, gangguan rutinitas kehidupan, frustrasi akut dan perasaan cemas dan tidak berdaya. Dalam masyarakat Barat krisis biasanya dilihat sebagai masalah berat untuk dipecahkan, sedangkan di beberapa masyarakat Timur misalnya, Cina simbol bahasa merupakan krisis. Dari sudut pandang aktualisasi, konselor perlu menanyakan bagaimana metode krisis mendapatkan klien dari kenyamanan dan ekuilibrium ke tingkat yang lebih tinggi dari pertumbuhan. Setidaknya ketika krisis telah berlalu klien harus bertanya pada diri sendiri apa yang mereka pelajari dari pengalaman itu.
Keterampilan untuk mengelola krisis disajikan secara rinci dalam Hubungan Membantu : Proses dan Keterampilan (Brammer 1979).
Lavelle (1979) membandingkan dua gaya berurusan dengan krisis-perilaku dan afektif. Gaya afektif menekankan klarifikasi sebab dan akibat, menghubungkan perilaku sekarang dan masa lalu, dan meringkas tema umum. Gaya perilaku menekankan menyelidik, perintah terfokus, analisis formal kesulitan klien dan potensi menyarankan. Gaya perilaku menimbulkan pernyataan signifikan lebih alternatif-terkait masa depan
, namun pernyataan mengatasi secara signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan gaya afektif. Salah satu implikasi untuk gaya konseling adalah stres fleksibilitas dan peran ganda untuk intervensi krisis.
Metodologi dan strategi intervensi krisis telah menjadi bidang khusus untuk membantu. Selain keterampilan menolong biasa, terapi obat dapat menjadi tambahan medis berguna dalam rasa sakit emosional yang parah. Tujuannya biasanya restorasi ke ekuilibrium precrisis. Aguilera dan Messick (1974) meringkas langkah dalam intervensi krisis sebagai: (1) Penilaian orang dan masalah (misalnya, bahaya bagi diri sendiri atau orang lain?), (2) Perencanaan intervensi (misalnya, untuk mengembalikan keseimbangan), (3) intervensi untuk mengeksplorasi perasaan, mendapatkan pemahaman intelektual, mengesplorasi mekanisme koping dan membuka kembali dunia sosial, (4) resolusi krisis ( misalnya, memperkuat mekanisme bertahan).
Model Rusk (1971) adalah model proses kedua digunakan secara luas dalam pekerjaan krisis. Langkah Rusk adalah: (1) Penasihat menyajikan diri sebagai penolong yang bersangkutan, (2) Klien didorong untuk mengekspresikan dan mendiskusikan pengaruh, (3) Penasihat berempati dengan menyatakan pengaruhnya, (4) Penasihat mendapat informasi tentang situasi krisis, (5) Penasihat membantu klien merumuskan pernyataan tentang masalah, (6) Konselor dan klien menyepakati strategi untuk mengatasi stres yang disebabkan krisis, (7) Konselor dan klien meninjau dan menerapkan strategi untuk pengelolaan stres dan cara-cara mengatasi stres di masa depan.
Jenis yang paling umum dari krisis adalah terkait hilangnya  orang yang dicintai, pekerjaan berharga, kesehatan, atau kekuatan fisik. Sebagai contoh, Kubler-Ross (1975) telah menggambarkan lima tahap orang menghadapi kematian melalui : pengingkaran dan isolasi, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Bagian dari tugas konseling adalah membantu klien bekerja melalui tahap ini.

3.      Nilai dukungan
Sebuah hubungan yang mendukung memiliki empat nilai terapi utama. Salah satu nilai utamanya adalah membantu mengurangi kecemasan berlebih dan akibatnya mengembangkan keamanan dan kenyamanan. Kehadiran emosional terapis memungkinkan klien untuk merasa berharga, dicintai dan dihormati. Sementara fokus di sini adalah pada dukungan melalui hubungan konseling, kita harus menyadari bahwa sebagian besar dukungan untuk orang dewasa muda paling tidak, datang melalui persahabatan. Sebuah studi ekstensif oleh Parham dan Tinsley (1980) mengungkapkan bahwa dewasa muda melihat penerimaan dari teman-temannya dan dapat dipercaya. Yang tak kalah penting adalah empati, keahlian, dan keterusterangan. Sementara peserta yang menghindari konselor profesional untuk membantu  masalah emosional, mereka cenderung, pertama, untuk mencari teman yang terbuka, tulus, berani, menerima, dan memelihara. Temuan ini sesuai dengan penelitian tentang mengapa orang dewasa muda pilih teman-teman untuk bantuan daripada terapis profesional (Tinsley dan Harris 1976).
Nilai kedua dari dukungan memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka dapat dibantu, misalnya, bahwa mereka dapat membuat rencana yang realistis, bahwa mereka dapat meningkatkan studi mereka, atau bahwa mereka mungkin akan menyelamatkan pernikahan mereka. Klien dalam keadaan kecemasan sering memiliki perasaan putus asa tentang masalah mereka. Konselor menenangkan, menerima dan meyakinkan klien, sehingga mereka memiliki harapan dan keyakinan di masa depan.
Nilai ketiga dari dukungan adalah kesadaran memberi klien kebebasan untuk mengubah pandangan atau perilaku mereka. Dengan sepenuhnya menerima mereka, konselor mengatakan, pada dasarnya, bahwa meskipun tidak setuju dengan klien, konselor dapat menerima pandangan klien saat itu. Dengan demikian, klien tidak diberikan keyakinan bahwa mereka benar tentang pandangan mereka saat ini.
Nilai keempat dari dukungan adalah mencegah klien  menerima solusi yang salah  untuk masalahnya. Ini mendorong orang bunuh diri, misalnya, untuk mengeksplorasi alternatif untuk bunuh diri. Klien dapat merasa bahwa mereka tidak harus mengambil tindakan impulsif yang dapat membuat mereka kesulitan bahkan lebih buruk. Keramahan dapat mendukung klien sampai ia lebih mampu bekerja secara rasional pada masalah-nya.

4.      Batas dukungan
Batasan pertama adalah dukungan yang berlebihan pada klien yang bersalah ketika mereka menyadari ada ketergantungan pada konselor. Batasan kedua adalah ketergantungan yang kuat yang dapat berkembang melalui  dukungan berkepanjangan. Batasan ketiga adalah dukungan yang disalahartikan yakni simpati. Batasan keempat adalah adalah penyesalan atau kebencian terhadap kedangkalan dan keyakinan bebas.

























BAB III
KESIMPULAN

Hubungan psikoterapi dan konseling memiliki beberapa dimensi dasar, seperti keunikan-kesamaan, objektivitas-subjektivitas, kognitif-afektif, kejelasan ambiguitas-dan tanggung jawab-akuntabilitas. Konselor memiliki tugas untuk mengenali dan berurusan dengan tepat unsur-unsur yang tampaknya paradoks dari hubungan. Karena efektivitas terapi bergantung begitu banyak pada kualitas hubungan antara konselor dan klien, sikap dasar konselor adalah sangat signifikan. Sikap penerimaan dan pengertian memiliki konsekuensi yang cukup pada iklim psikologis wawancara. Ini iklim yang membuat sikap-sikap ini memiliki implikasi penting untuk evaluasi kepribadian klien sendiri. Sebuah kunci untuk iklim sikap yang efektif adalah konselor dengan asumsi kerangka referensi internal, yang merupakan upaya untuk memahami klien dengan mengambil pandangan klien tentang situasinya. Konselor harus memiliki karakteristik tambahan kehangatan, kecerdasan, kerendahan hati fleksibilitas, dan kesediaan untuk berbagi tanggung jawab.
Salah satu fungsi utama dari hubungan ini adalah untuk memberikan dukungan bagi klien, terutama dalam krisis. Dukungan kenyamanan dan keamanan melalui pembangunan kondisi optimal hidup. Dukungan umumnya dianggap menjadi tujuan konseling psikologis dan sering merupakan kondisi yang diperlukan sebelum solusi lebih kognitif dapat ditemukan.










REFERENSI
Brammer, L.M & Shostrom, E.L. 1982. Therapeutic Psychology. New Jersey : Prentice-Hall. Inc.


[1])       Suatu alat assesmen atau teknik  penilaian di mana subjek memilah-milah pernyataan deskriptif, yang lazimnya  tertulis dalam kartu atau lembaran kerja, dan menyusunnya menurut distribusi normal, atau dari yang sangat cocok sampai pada yang paling tidak cocok; dalam latar konseling, klien dapat menilai dirinya dan  menyusun kartu-kartu pernyataan tadi, atau orang lain yang melakukannya; sebagaimana digunakan oleh rogers sebagai suatu ukuran statetmen berkenaan dengan diri (self) dan diri-idaman (ideal-self).

Unknown

About Unknown -

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :