800 Juta Pekerjaan akan Terotomatisasi di Tahun 2030
Perkembangan teknologi memang tidak bisa dibendung. Dunia terutama negara
maju juga semakin makmur sehingga tingkat gaji sudah tidak lagi bisa memenuhi
perhitungan ekonomi.
Sebagai contoh pada awal Henry Ford memperkenalkan lini perakitan mobil
semua pekerjaan dikerjakan dengan tenaga manusia. Di zaman sekarang banyak dari
pekerjaan ini sudah tergantikan dengan robot.
Alasan utamanya adalah efisiensi.
Gaji yang dibayar semakin mahal sehingga akan lebih murah untuk membeli
robot dibandingkan dengan memperkerjakan orang. Orang yang terkadang bisa
sakit, demo, protes dan lainnya. Robot yang akan terus bekerja selama dirawat
dan diberi tenaga listrik.
Mckinsey Global Institute dalam sebuah laporannya yang dikeluarkan bulan
November 2017 mengatakan dalam skenario optimis sekitar 400 juta pekerjaan akan
terotomatisasi sedangkan skenario pesimis 800 juta pekerjaan akan
terotomatisasi.
Skenario ini tergantung pada kecepatan perkembangan teknologi. Namun kalau
kita melihat perkembangan teknologi yang semakin cepat terutama teknologi
digital (Artificial Intelligence salah satunya) kemungkinan skenario
tergantikannya 800 juta pekerjaan semakin besar.
Kecepatan otomatisasi pekerjaan dan kemampuan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan baru sangatlah berbeda dari satu negara ke negara lain.
Hal ini tergantung dari faktor berikut,
·
Tingkat gaji, semakin tinggi gaji maka kecepatan
dalam mengotomatisasi akan semakin meningkat. Seperti yang sudah jelaskan di
atas. Tetapi misalnya tekanan pekerja terhadap pengusaha juga besar maka akan
menjadi insentif untuk melakukan otomatisasi.
·
Pertumbuhan ekonomi akan menjadi pendorong bagi
terciptanya lapangan pekerjaan. Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
pertumbuhan produktifitas yang baik dan berinovasi akan mampu menciptakan lebih
banyak lapangan pekerjaan.
·
Demografi, negara dengan pertumbuhan angkatan
kerja yang tinggi seperti India akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi
jika lapangan pekerjaan tersedia. Indonesia juga mengalami hal yang sama.
·
Sektor ekonomi, kecepatan otomatisasi akan tergantung
pada sektor ekonomi mana yang lebih dominan di suatu negara. Jepang akan lebih
cepat mengalami otomatisasi karena lebih banyak industri manufaktur jika
dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Hal yang mengkhawatirkan adalah dari 400 juta-800 juta pekerjaan yang
diotomatisasi ada sekitar 75 juta-375 juta orang yang harus mencari pekerjaan
baru di luar sektor yang digelutinya. Misalnya sekarang menjadi karyawan pabrik
kemudian harus bekerja di bank.
Berarti 375 juta orang ini membutuhkan pelatihan yang mendalam mengingat
bidang pekerjaan yang sangat berbeda.
Terlihat dari gambar di atas Amerika Serikat mewakili negara maju ada
sekitar 16 -54 juta orang yang harus pindah sektor pekerjaan. China sebagai
negara berkembang sekitar 12-102 juta orang dibandingkan dengan India yang
hanya 10-72 juta orang yang harus pindah.
Apakah hanya robot?
Otomatisasi pekerjaan bukan berarti hanya pekerjaan di sektor manufaktur
yang digantikan oleh robot. Sektor jasa misalnya bank, tugas teller sudah
banyak berkurang dibanding sebelum era internet banking dan ATM.
Petugas penerima telepon juga bisa tergantikan dengan teknologi Chat
Bot.Artinya banyak dari call center akan ditutup karena digantikan
oleh chat bot yang bisa melayani panggilan melalui telepon,
aplikasi percakapan maupun email.
Banyaknya pekerjaan yang terotomatisasi di sisi lain menurut Mckinsey akan
memunculkan pekerjaan baru yang belum terpikirkan sekarang.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saya meyakini bahwa kecepatan otomatisasi di Indonesia belum akan secepat
China dan India mengingat tingkat upah yang masih lebih murah. Namun lebih
mahal jika dibandingkan Vietnam, Myanmar dan Kamboja sehingga industri padat
karya banyak yang pindah kesana.
Persiapan menjadi sangat penting terutama menyiapkan pendidikan sumber saya
manusia. Mengingat sekitar 60% SDM di Indonesia masih berpendidikan paling
tinggi SMP.
Tidak tertutup kemungkinan pendidikan yang masih rendah ini bisa
ditingkatkan dengan pelatihan untuk menjadi spesialis di bidang tertentu.
Persiapan yang bukan hanya
perlu dilakukan oleh pemerintah. Namun juga pelaku atau angkatan kerja,
termasuk di dalamnya serikat pekerja